Mimpi Pejuang Khilafah
KokopNews- Agama lahir untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagai panduan untuk mengamalkan agama itu diturunkanlah kitab suci kepada nabi yang bertugas menyampaikan ajaran agama itu sendiri. Sebagai utusan Allah nabi mempunyai tugas menjelaskan mengajarkan umatnya tentang menjalankan agama. Semua prilaku yang boleh dan yang tidak boleh diatur oleh agama. Namun pengaturan ini tidak detail kecuali dalam masalah ibadah murni seperti shalat, zakat, haji, puasa dan ibadah murni yang lain.
Dalam masalah sosial, politik dan ekonomi kitab suci hanya memberi panduan secara umum. Masalah sosial misalnya, agama tidak mengatur secara detail cara bergaul dengan orang lain melainkan hanya memberi panduan secara umum bahwa dalam bergaul tidak boleh menyakiti, mendholimi atau merendahkan martabat orang lain.
Begitu pula masalah ekonomi. Untuk menjaga hak-haknya masing-masing agama memberi panduan bahwa dalam berbisnis tidak boleh ada riba, harus disertai kerelaan, tidak boleh menimbun, tidak boleh menipu yang mana semua panduan umum tersebut dimaksudkan untuk menjaga hak-hak orang lain. Manusia diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan sesama dalam berbisnis asal tidak merugikan. Inilah panduan umum agama tentang ekonomi.
Tidak jauh berbeda dengan kedua masalah diatas adalah bidang politik. Agama tidak mengharuskan umatnya untuk membentuk pemerintahan dengan sistem tertentu. Yang ditekankan oleh agama dalam mengatur pemerintahan harus berdasarkan Musyawarah, adil, musawah atau persamaan diatara sesama warga negara. Apapun sistemnya prinsip diatas adalah inti dari ajaran agama itu.
Kalau ada sebagian kelompok mempunyai pemahaman bahwa dalam beragama harus mencontoh secara harfiah terhadap sistem yang dulu pernah dipraktekkan oleh kanjeng nabi dan para sahabatnya tentu mereka perlu memahami kembali tentang ajaran agama itu sendiri. Memang tidak dipungkiri bahwa masa keemasan islam adalah masanya kanjeng nabi dan para sahabatnya. Namun perlu diingat bahwa kemajuan zaman seperti saat ini sudah tidak memungkinkan untuk menerapkan secara harfiah sistem pemerintahan kanjeng nabi dan para sahabat.
Kemajuan zaman adalah sunnatullah yang tidak boleh diingkari. Sangat tidak masuk akal kalau kita mendengungkan zaman kanjeng nabi dan para sahabat diterjemahkan secara harfiah untuk diterapkan pada saat ini. Kurun kanjeng nabi dan para sahaat adalah kurun terbaik dan setelah itu secara alamiah mengalami penurunan dari sisi kualitas umat islam dalam mengamalkan ajaran agama.
Oleh karena ada perbedaan zaman yang juga disertai perbedaan kualitas umat maka mulai dari selesainya sistem khilafah yang ditandai dengan berakhirnya kepemimpinan Khulafaurrosyidun sistem pemerintahan tidak lagi menggunakan sistem khilafah dalam pemerintahan. Pada zaman setelah khulafaurrosyidun seperti dinasti Muawiyah, Abbasiah sampai turki utsmani pada dasarnya bukan sistem khilafah seperti yang diterapkan dizamannya kholifah yang rosyid. Sistem pemerintahan setelahnya adalah monarki absolut yang dalam pergantian kepemimpinan bukan bukan berdasarkan kompetensi seperti zamannya kholifah yang empat akan tetapi berdasarkan keturunan.
Jadi salah besar kalau kita menganggap bahwa pada zaman setelah khulafaurrosyidun menerapkan sistem khilafah. Padahal pada saat itu masih banyak para sahabat seneor yang kualitas keimanan dan keilmuannya tidak diragukan lagi. Akan tetapi kenapa sistem yang dipakai malah bukan sistem khilafah. Ini menunjukkan bahwa untuk membangun pemerintahan yang terpenting bukan sistemnya. Sistem bisa berubah sesuai dengan perkembangan komunitas umat.
Seperti yang telah tersebut diatas dalam membangun pemerintahan agama hanya memberi panduan secara umum yaitu syuro, musawah dan adil. Ketiga konsep ini bisa masuk pada sistem apa saja yang telah disepakatai oleh umat.
Jadi sangat kontraproduktif kalau ada kelompok yang dengan semangatnya ingin menerapkan sistem khilafah di negeri yang berdasarkan pancasila ini. Negara indonesia adalah negara berdasarkan pancasila yang mana secara formal tidak menmpilkan agama sebagai idiologi negara. Akan tetapi semangat atau inti dari agama tersebut menjiwai negara. Hal ini sesuai dengan sila pertama yaitu Ketuhanan Mang Maha Esa.