Hasil UN Tidak Lagi Menjadi Syarat Kelulusan


KokopNews, Hasil UN Tidak Lagi Menjadi Syarat Kelulusan - Unjian nasiaonal tahun ajaran 2015/2016 tingkat menengah atas sudah selesai digelar. Dimulai pada hari senin tanggal 4 April sampai hari rabu. 

Ujian nasional (UN) tahun ini berbeda dengan UN pada tahun sebelumnya, dimana pada tahun ini hasil UN bukan menjadi penentu satu-satunya kelulusan siswa. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana hasil UN sebagai penentu kelulusan siswa. 

Jika hasil UN tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan maka siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus dan sebaliknya jika hasil UN nya sesuai standart maka dipastikan yang bersangkutan lulus. Sehingga dengan dijadikannya hasil UN tersebut sebagai syarat kelulusan maka banyak ditemukan kebocoran soal dan kecurangan yang terjadi diberbagai daerah.

Hal itu juga berakibat pada psikologis siswa dan orang tua peserta UN. 

Diberbagai daerah kita saksikan banyak siswa yang frustasi gara-gara tidak lulus UN. Dan dalam distribusi naskah UN pun juga dijaga ketat dan dikawal oleh kepolisian. Siswa memang sangat terbebani dengan UN ini. Bagaimana tidak, pendidikan yang telah mereka jalani selama tiga tahun tidak berarti apa-apa kalau mereka tidak lulus UN. 

Mereka tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan begitu banyak kita temukan siswa melakukan bunuh diri yang disebabkan tidak lulus dalam mengikuti UN. 

Melihat kenyataan diatas maka pemerintah melalui mendikbud, yang saat ini dijabat oleh Anis Baswedan menerbitkan permen yang menyatakan bahwa UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan siswa. Dengan kata lain kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah dimana dia belajar. Hasil UN hanya dibuat sebagai pemetaan oleh pemerintah dan perguruan tinggi. 

Dengan mengetahui hasil ujian nasional tersebut pemerintah bisa mengetahui seberapa besar prestasi yang dimiliki oleh siswa di indonesia, sehingga pemerintah mempunyai data untuk melakukan evaluasi dalam memajukan pendidikan. Sedangkan bagi perguruan tinggi, hasil ujian nasional ini bisa dijadikan pegangan untuk menyeleksi calon mahasiswa yang akan mendaftar di lembaga tersebut. 

Memang dilapangan dan di media UN tahun ini tidak menakutkan seperti tahun sebelumnya. Pemberitaan di media massa seperti adem ayem tidak ada yang menarik untuk diliput. Pemberitaan di media paling-paling hanya masalah kesiapan sekolah tertentu yang mengikuti UN dengan menggunakan online. 

Dibeberapa sekolah yang menerapkan UN dengan sistim online banyak ditemukan penghambat kelancaran UN seperti lampu padam dan server tiba-tiba tidak bisa diakses. Untuk mengantisipasi ganggauan tersebut memang sekolah terkait sudah menyiapkan genset, tapi masih saja ada sekolah yang mengalami ganggauan yang membuat pelaksanaan UN terganggu.

Selain itu, distribusi soal ke berbagai daerah yang melibatkan instansi kepolisian dan diliput oleh media secara massif pada pelaksanaan UN tahun ini sudah tidak lagi terjadi. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana anggota kepolisian selalu dilibatkan sedemikian rupa ditambah dengan liputan media yang membuat siswa dan para orang tua khawatir. 

Memang pemerintah masih bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam mendistribusikan soal ke berbagai daerah akan tetapi aura yang ditampilkan tidak seheboh tahun sebelumnya. Begitu pula kehadiran polisi di sekolah, tempat diselenggarakannya UN, polisi masih ditugaskan untuk mengawasi, namun untuk menjaga gangguan psikologis siswa, tidak diperkenankan menggunakan seragam polisi.
 
Sebagai rakyat indonesia tentu penulis mengapresiasi kebijakan pemerintah yang tidak menjadikan hasil UN sebagai penentu kelulusan siswa. Sangat tidak bijak apabila pendidikan yang dilakukan oleh siswa selama tiga tahun hanya ditentukan oleh ujian selama tiga hari. 

Menjadikan UN sebagai pemetaan oleh pemerintah dan bahan untuk menyeleksi calon mahasiswa baru oleh perguruan tingga adalah langkah tepat yang patut didukung. Dengan perubahan kebijakan ini diharapkan kecurangan dan kebocoran soal yang selama ini mencederai pelaksanaan UN tidak terjadi lagi. Pihak sekolah harus memahami bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan harus menjunjung tinggi kejujuran dan nilai ini perlu ditanamkan kepada siswa. 

Tanpa kejujuran tentu hasil UN tidak valid. Akibatnya pemetaan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan hasil tersebut untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi dalam memperbaiki sistim pendidikan nasional juga tidak tepat sasaran. Oleh karenanya, kebijakan terbaru dari Mendikbud tersebut harus kita dukung dan ikut menjaga kejujuran dalam pelaksanaan UN.

Tulis email anda untuk berlangganan update berita gratis: